Pedan - Hari ini, Jumat; 10 Juli 2009 dengan bertempat di aula kantor kecamatan Pedan, Klaten telah dilakukan rekapitulasi hasil pemilihan presiden yang baru saja dilaksanakan Rabu, 8 Juli 2009 lalu.
Dari total 14 kelurahan yang termasuk dalam bagian pemerintahan wilayah kecamatan Pedan, pasangan nomer 1. Megawati & Prabowo memperoleh sebanyak 12.364 suara.
Disusul oleh pasangan nomer urut 2. SBY & Budiono dengan perolehan 12.538 suara dan untuk pasangan nomer 3. JK - Win, mereka hanya berhasil meraup 1.674 suara dari total jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya sebesar 27.973 jiwa.
Pasangan dengan nomer urut 1 menguasai 7 desa (Ngaren, Jetiswetan, Keden, Bendo, Tambakboyo, Sobayan & Kalangan). Pasangan nomer urut 2 menguasai 7 desa sisanya.
Dari total jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya, tercatat sekitar 1.397 suara yang tidak sah.
Selengkapnya...
Jumat, 10 Juli 2009
HASIL PILPRES 8 JULI 2009 DI KECAMATAN PEDAN KLATEN
Jumat, 03 Juli 2009
Pilpres 2009 Terancam Delegitimasi
Komnas HAM misalnya, menyatakan telah terjadi penghilangan konstitusional pemilih dalam Pemilihan Legislatif pada 9 April 2009 sebanyak 25-40%. Karena itu, lembaga tersebut bertekad melakukan penyelidikan secara cepat.
Gerakan pilpres satu putaran ini sudah diperkuat dengan penutupan 68.000 TPS di basis PDIP, Golkar, dan Gerindra. Para analis dan politisi khawatir pilpres terancam delegitimasi. Apalagi isu pemakzulan presiden terpilih sudah muncul ke permukaan. Akankah hal ini terjadi?
Sejauh ini, buruknya DPT, penutupan TPS-TPS, dan sejumlah isu sensitive lainnya, telah membuat publik skeptis prosesi pilpres bakal jurdil dan bersih. Sehingga para kader PDIP dan Golkar ada yang menyerukan agar Mega-Prabowo dan JK-Wiranto mundur dari pertarungan pilpres dan SBY-Boediono langsung dilantik saja jadi presiden dan wapres.
Sinisme politik ini menunjukkan krisis kepercayaan rakyat pada pilpres akibat buruknya kinerja KPU, penutupan ribuan TPS yang dinilai akan merugikan PDIP, Golkar, dan Gerindra, serta ambisi SBY menang satu putaran yang memicu prasangka dan kecurigaan publik.
“Kecurangan dalam DPT ini sudah sistematis. Daripada buang-buang uang rakyat Rp 4 triliun, mending mundur saja dan minta agar SBY langsung dilantik sebagi presiden, dan pilpres selesai,” papar Saleh Mukadar, Ketua DPC PDIP Surabaya. Semudah itukah? Ternyata banyak masalah.
Kekacauan kinerja KPU atas DPT merupakan bentuk kelalaian dan kegagalan negara dalam pemenuhan hak konstitusional warga negara dalam pemilu.
Ini sesuai dengan fungsi, tugas, dan kewenangan Komnas HAM sebagaimana dimandatkan dalam Undang-Undang No 39/1999 tentang HAM. Karena itu, lanjut Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim, pihaknya akan mengambil keputusan untuk melakukan penyelidikan secara cepat.
“Guna melakukan pemastian hak konstitusional warga negara yang terlanggar, Komnas HAM telah membentuk tim penyelidik yang terdiri dari para anggota dan staf Komnas HAM serta tiga orang dari unsur masyarakat," kata Ifdhal Kasim.
Tim penyelidik ini secara khusus ditugaskan untuk memastikan tingkat keparahan dari hilangnya hak konstitusional warga negara dalam Pemilu Legislatif. Juga memilah-milah dan membuat kategorisasi sebab-sebab utama dan yang mengikuti secara berjenjang dan memperlihatkan keterkaitan antar-sebab.
Sebelumnya, KPU telah menetapkan jumlah pemilih pada Pilpres sebanyak 176.395.015 orang. Dibanding DPT pada pileg yang berjumlah 171.265.442 jiwa pada Pilpres, kali ini terjadi kenaikan sebesar 5.129.573 jiwa.
Tim Kampanye Nasional Jusuf Kalla-Wiranto mengingatkan KPU untuk merapikan DPT dan menjelaskan soal indikasi ketidaknetralan mereka terkait spanduk sosialisasi Pemilihan Presiden. Sebab hal itu bisa menyebabkan presiden kelak dimakzulkan.
“Jangan sampai, gara-gara keteledoran itu, presiden terpilih dimakzulkan. Jangan sampai ada impeach kepada presiden terpilih karena permasalahan seperti DPT," kata Indra J Piliang dari Tim JK-Wiranto.
Selain DPT, Indra juga mengkhawatirkan adanya TPS siluman. TPS ini merupakan TPS yang dibuat khusus untuk pemilih yang terdaftar di DPT, tapi tidak dikenal warga. TPS itu tanpa bilik suara atau tanpa Petugas Pemungutan Suara.
“Berbagai karut-marut itu, dari isu DPT, TPS, sampai ketidaknetralan spanduk sosialisasi, bisa membuat pilpres buruk dan terancam delegitimasi,” kata pengamat politik, Umar S Bakry.
sumber:
http://pemilu.inilah.com/berita/2009/07/03/123307/pilpres-terancam-delegitimasi/
Jumat, 26 Juni 2009
JK Terobos Kesantunan SBY
Para capres yang sebelumnya terlihat kaku dan monoton, pada Kamis (25/6) malam dimeriahkan dengan penampilan atraktif Jusuf Kalla yang mampu melenturkan ketegangan.
Kendati demikian, lanjut Ray Rangkuti, secara keseluruhan terlihat masing-masing kandidat konsisten dengan ide-ide dasarnya. "Mega dengan mengusung isu kerakyatannya, SBY tetap konsisten membawa isu neoliberalnya, dan JK tetap dengan slogannya kemandirian," jelasnya.
"Debat Kamis 25 Juni malam tidak lain bintangnya adalah JK," sebut Direktur Eksekutif
Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti kepada INILAH.COM, di Jakarta, Jumat (26/6).
Perbedaan suasana, menurut dia, jelas terlihat karena pancingan capres yang diusung Partai Golkar dan Hanura itu. Hal ini, lanjutnya, terlihat dari gaya berdebat JK yang diubah dari yang sifatnya formal menjadi terlihat lebih santai.
"Memancing untuk beda dengan SBY yang terlihat tegang. Akibatnya, kesantunan ala SBY akhirnya jebol dan terbawa mengikuti gaya JK. Karena itu, JK layak dapat poin untuk ini," jelas mantan Sekjen KIPP ini.
Sedangkan untuk Megawati Soekarnoputri, dinilai Ray terkedan datar-datar saja. "Mega terlihat kurang istirahat, sehingga agak kurang maksimal," ucap pria bernama asli Ahmad Fauzi.
sumber:
http://pemilu.inilah.com/berita/2009/06/26/120369/jk-terobos-kesantunan-sby/
Sabtu, 30 Mei 2009
25 Parpol Pendukung SBY-Budiono di tingkat Pusat
Demikian kata Ketua Bappilu PD Yahya Sacawiria di sela acara Silatnas Parpol Koalisi SBY-Boediono. Acara berlangsung di Arena PRJ, Jakarta, Sabtu (30/5/2009).
"Target kami bisa meraih 58% atau 61 juta suara," kata Yahya.
Kegiatan pagi ini merupakan forum pertemuan kali pertama bagi seluruh pimpinan parpol anggota koalisi. Pesertanya bukan hanya elit parpol di DPP, tapi juga pimpinan DPD tingkat propinsi dan kabupaten.
Tiga ribuan pengurus parpol anggota koalisi dari seluruh Indonesia sejak tadi malam telah tiba di Jakarta. Ada pula jajaran Tim Kampanye Nasional, para caleg terpilih DPR-RI dan tim relawan.
Total ada 25 parpol anggota koalisi pendukung SBY-Boedino. Yakni, PKPB, Patriot, PP, PNBK, PDS, PKDI, PKPI, PDP, PPRN, PIS, PIB, PPDI, PMB, PPD, PPI, Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia, PPP, PKS, PKB,
PD, PAN, PBB, Republican dan PBR.
sumber:
http://pemilu.detiknews.com/read/2009/05/30/110938/1139719/700/koalisi-parpol-pendukung-sby-boediono-targetkan-58-suara
http://inilah.com/
Hasil Pengundian Nomer Urut Capres 2009
Inilah hasil pengundian nomor urut pasangan kandidat Presiden dan wakil Presiden di gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, yaitu:
Pasangan Megawati Sukarnoputri - Prabowo (MegaPro) berhak mendapat nomor urut satu pada pemilihan umum Juli mendatang.
Sedangkan nomor urut dua diperoleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono - Boediono. Nomor urut tiga disandang oleh pasangan Jusuf Kalla - Wiranto.
Demikian hasil pengundian nomor urut pasangan kandidat Presiden dan wakil Presiden di gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Sabtu 30 Mei 2009.
Nomor urut itu akan digunakan para kandidat dalam kampanye dan dicetak dalam kertas suara pada pemilu Juli mendatang.
Calon presiden Jusuf Kalla adalah capres yang dipanggil pertama untuk mengambil nomor urut di kantor Komisi Pemilihan Umum. Saat mengambil nomor urut, Kalla didampingi cawapresnya, Wiranto dan dua pegawai Komisi Pemilihan Umum.
Setelah mengambil nomor urut dari tabung dalam kotak hitam, Kalla dan Wiranto kembali ke tempat duduknya. Capres berikutnya yang mengambil nomor urut adalah Megawati Soekarnoputri yang didampingi Prabowo Subianto, baru kemudian SBY-Bodiono.
sumber:
http://politik.vivanews.com/news/read/62068-megapro_1__sby_boediono_2__jk_win_3
http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/05/30/09441138/Mega-Prabowo.Nomor.Satu
http://pemilu.detiknews.com/read/2009/05/30/093501/1139692/700/mega-prabowo-no-1-sby-boediono-no-2-jk-wiranto-no-3
Selengkapnya...
Selasa, 26 Mei 2009
PKS Mulai Khawatir SBY Kalah
JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Keadilan Sejahtera (PKS) secara terbuka mengakui adanya kekhawatiran atas elektabilitas SBY yang terus dikejar oleh dua kompetitornya, Jusuf Kalla dan Megawati Soekarnoputri. Wakil Sekjen DPP PKS Zulkieflimansyah mengatakan, berdasarkan survei internal, jarak persentase antara SBY dan dua kandidat lain cukup tipis.
"Kami (PKS) khawatir kalau SBY kalah karena untuk mendapatkan kemenangan tidak mudah. Kalau melihat survei terbaru, jarak ketiga-tiganya masih dekat. Selisih yang paling tinggi dengan yang paling rendah hanya 10 persen," ujar Zulkiefli pada sebuah diskusi, Senin (25/5) di Jakarta.
Berdasarkan survei tersebut, SBY masih berada pada posisi teratas. Selain itu, Zulkiefli kembali mengutarakan dilema yang dihadapi PKS untuk menjelaskan mengapa partainya berkoalisi dengan Demokrat. Alasan utama, melihat elektabilitas dan besarnya peluang SBY untuk menang.
"Kita percaya bahwa berdasarkan survei, elektabilitas SBY masih lebih tinggi dari yang lain. Ya namanya ijtihad politik, bisa saja salah," ujarnya.
Bagaimana jika pasangan SBY-Boediono kalah? "Ya, PKS harus siap menjadi oposisi," kata Zukiefli.
sumber:
http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/05/25/13235537/pks.mulai.khawatir.sby.kalah
Selengkapnya...
Minggu, 24 Mei 2009
1000 Kader PPP Hadiri Deklarasi Mega-Bowo
"Dukungan terhadap kita bukan hanya dari Gerindra dan PDIP saja, tapi ada saudara-saudara kita dari PAN, dan ada seribu kader PPP yang hadir di sini," kata MC deklarasi Mega-Prabowo, Dedy Gumelar alias Miing di lokasi deklarasi, TPA Bantar Gebang, Bekasi, Jabar, Minggu (24/5/2009)
Tak cuma bendera PPP, bendera PAN juga berkibar-kibar di TPA Bantar Gebang. Bendera itu dikibarkan kader PAN Bekasi. Pengurus PAN Bekasi mengaku mendukung Mega-Prabowo meski partainya secara resmi mendukung SBY-Boediono.
Selain bendera PDIP, Gerindra, PPP dan PAN, bendera Pakar Pangan dan Partai Sarikat Islam juga memeriahkan deklarasi Mega-Prabowo.
sumber:
http://pemilu.detiknews.com/read/2009/05/24/151105/1136226/700/1000-kader-ppp-hadiri-deklarasi-mega-prabowo
Sabtu, 16 Mei 2009
Pilpres Putaran II - Koalisi Besar Berpadu
Hal itu diungkapkan Wiranto sebelum dimulainya acara Silaturahmi Tim Kampanye Nasional Pasangan Jusuf Kalla-Wiranto di sebuah hotel di Jakarta, Sabtu (16/5) pagi ini.
"Memang dalam koalisi besar disepakati pada putaran pertama akan ada dua pasangan dari koalisi besar. Nanti pada putaran kedua, jika salah atu pasangan itu kalah, pasangan yang kalah itu akan menggabungkan diri dengan pasangan capres-cawapres yang menang dari koalisi besar," ujar Wiranto.
Menurut Wiranto, meskipun saat ini ada tiga pasangan yang maju ke pertarungan pilpres, yaitu pasangan Jusuf Kalla Wiranto (JK-Win), Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono (SBY Berbudi), dan Megawati- Prabowo (Mega-Bowo), pasangan JK-Win dan Mega-Bowo akan saling mendukung dan berkomunikasi. (Laporan wartawan KOMPAS Suhartono).
sumber:
http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/05/16/10252563/JK-Win.dan.Mega-Bowo.Gabung.di.Putaran.II
Sabtu, 09 Mei 2009
Spanduk Pilpres JK-Win

"Berkarya Lebih Cepat dan Lebih Baik Dengan Hati Nurani" demikian Tagline dari pasangan capres-cawapres dari Partai Golkar dan Partai Hati Nurani, JK-Win yang banyak tercantum pada spanduk yang terpasang di lokasi Rapimnas III Partai Hanura di Hotel Sahid Jakarta, Sabtu 09 Mei 2009.
Laporan wartawan KOMPAS.com Inggried Dwi Wedhaswary
JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah spanduk bergambar pasangan capres-cawapres JK-Wiranto memeriahkan arena Rapimnas III Partai Hanura, Sabtu (9/5), di Hotel Sahid, Jakarta. Spanduk tak hanya bergambar JK-Wiranto, tetapi juga sebuah tagline yang tampaknya akan didengungkan keduanya saat berkampanye pada pilpres mendatang.
Tagline tersebut bertulisan "Berkarya Lebih cepat lebih baik dengan hati nurani". Seperti diketahui, kata-kata "Lebih cepat lebih baik", identik dengan Jusuf Kalla, yang juga Ketua Umum Partai Golkar dalam iklan partainya pada kampanye pemilu legislatif yang lalu.
Wiranto, seusai membuka rapimnas, mengatakan, ia dan JK memang memiliki karakter yang sama. Menurut dia, karakter sigap dan cepat ada pada JK dan dirinya. "Kami berdua sama-sama bekerja cepat, juga tegas, tidak ragu dalam mengambil keputusan," ungkap mantan Panglima ABRI ini sedikit berpromosi.
sumber:
http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/05/09/10362741/Tagline.Baru.Pasangan.JK-Win
Senin, 04 Mei 2009
Pilihan SBY : Hatta Versus Budiono
Boediono yang kini Gubernur Bank Sentral, sudah lama dibina oleh IMF, ADB, dan Bank Dunia, melalui jaringan mafia Berkeley. Tujuannya tentu, untuk memancangkan ekonomi neoliberal di Indonesia.
Sebagai akademisi, Buoediono yang ramah dan murah senyum serta jujur itu bekerja dengan taat asas. Dia bertopang pada textbook thinking. Amat jarang dia berpikir alternatif out of the book, untuk mengatasi kesulitan ekonomi dan kemiskinan di negeri ini.
Boediono adalah ilmuwan yang sangat percaya bahwa pasar sangat vital dalam menentukan kesejahteraan rakyat. Bicara neoliberalisme sama artinya bicara tentang ekspansi kepentingan pemodal negara-negara kaya.
Padahal, demokrasi ekonomi berbeda secara diametral dari neoliberalisme. Sebab, neoliberalisme mengagungkan persaingan dan kebebasan individu. Sedangkan demokrasi ekonomi lebih mementingkan kerja sama dan persaudaraan sosial.
Para pemodal negara-negara kaya inilah terutama yang menjadi sponsor globalisasi. Sebab itu, mudah dimengerti bila penyebarluasan globalisasi hampir selalu berjalan beriringan dengan penyebarluasan neoliberalisme.
Pengamat ekonomi dari Universitas Gajah Mada (UGM), Revrisond Baswir, mengungkapkan kebijakan ekonomi neolib itu diusung Mafia Berkeley, mengadopsi kebijakan yang dirancang IMF maupun Bank Dunia. Kebijakan itu dikenal dengan sebutan Konsensus Washington.
“Tema besarnya adalah apa yang sekarang dikenal sebagai agenda ekonomi neoliberal. Kegagalan perekonomian Orde Baru adalah utang luar negeri yang sangat besar dan ketergantungan Indonesia atas utang luar negeri,” kata Revrisond.
Globalisasi yang sering didengungkan Boediono sesungguhnya hanya kedok. Di balik itu, bersembunyi agenda-agenda ekonomi neoliberal yang dimotori para pemodal negara-negara kaya. Mereka diusung ke Indonesia oleh para teknokrat Mafia Berkeley yang menolak paradigma baru, jalan baru, dan agenda baru bagi Indonesia.
Boediono dinilai pengamat termasuk neoliberalis yang konservatif. Jika dia menjadi pilihan SBY, bisa jadi akan menyulitkan SBY jika menang dalam pilpres mendatang. Sebab, selain tak diajukan parpol dari koalisi SBY seperti PKS, PAN dan PKB, sangat mungkin Budiono menuai resistensi dari kaum nasionalis dan Islamis di negeri ini. Presiden Soekarno ketika memimpin Indonesia selalu mengecam dan mencela neokolonialisme (neoliberalisme).
Itu sebabnya, peluang Hatta Rajasa yang berasal dari PAN, sebuah partai nasionalis yang berbasis Muslim modernis dan merupakan teknokrat ITB, lebih menjamin sustainabilitas kubu Demokrat ke depan. Apalagi, PKS lebih memberikan preferensi ke Hatta Rajasa ketimbang Boediono.
PKS, salah satu rekan koalisi Demokrat dengan dukungan suara besar, merasa tak ada masalah dengan Hatta. “Sejauh ini komunikasi PKS dengan Pak Hatta baik. Kita sudah berhubungan dalam kapasitas Pak Hatta sebagai Mensesneg, bukan fungsionaris PAN. Hatta itu teman kongkownya PKS. Kalau dia dicalonkan Demokrat jadi cawapres SBY, boleh saja,” ujar Mahfudz Shiddiq, salah seorang petinggi PKS.
sumber:
http://pemilu.inilah.com/berita/2009/05/04/104097/dampingi-sby-boediono-versus-hatta/
Selengkapnya...
Selasa, 28 April 2009
Partai Demokrat: PKS Jangan Dikte SBY

INILAH.COM, Jakarta - Soal cawapres, SBY dan Partai Demokrat tidak mau didikte oleh parpol lain, apalagi oleh PKS. Demokrat meminta agar PKS bersabar dan membiarkan SBY bebas memilih siapa cawapres yang akan mendampinginya.
PKS mengusulkan, bila SBY tidak mau mengakomodir cawapres dari PKS dan memilih untuk mengambil calon dari parpol lain yang suaranya di bawah PKS, maka sebaiknya cawapres SBY berasal dari non parpol saja. Hal itu dilakukan agar tidak terjadi perdebatan antara peserta koalisi dan agar memenuhi aspek keadilan.
"PKS ini jadi seperti mengajarkan ikan berenang. Sudahlah jangan dikte kami, serahkan saja sepenuhnya kepada SBY untuk menentukan cawapresnya," ujar anggota Tim 9 koalisi partai Demokrat Ruhut Sitompul kepada INILAH.COM, Jakarta, Selasa (28/4).
Ruhut mengaku bingung dengan maunya PKS. Pertama PKS meminta agar cawapres SBY dari kalangan profesional karena ada persaingan dengan Golkar. Setelah Golkar berseberangan dengan Demokrat, mereka menyatakan harus dari parpol.
"Sekarang Golkar mulai merapat lagi ke Demokrat, mintanya agar non parpol lagi. Aduh, tolonglah, baik PKS maupun parpol lain hormati SBY sebagai capres. SBY saja sebagai capresnya belum tahu siapa cawapresnya, masak sudah diatur-atur. Jadi bersabarlah PKS," ungkapnya.
Mantan politisi Golkar ini menyatakan, hari ini, Selasa (28/4) pada pukul 17.00 WIB PKS akan menyerahkan amplop berisi nama-nama cawapres PKS kepada TIM 9. Pertemuan yang akan dihadiri oleh Presiden PKS Tifatul Sembiring itu akan digelar di Hotel Nikko, Jakarta. [mut/ana]
sumber:
http://inilah.com/berita/politik/2009/04/28/102521/pd-pks-jangan-dikte-sby/
Rabu, 22 April 2009
Darurat, Perppu Capres Tunggal
INILAH.COM, Jakarta - Rencana pemboikotan Pemilu Presiden oleh kubu Teuku Umar tampaknya akan berbuntut serius terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia. Jika tak hati-hati meresponsnya, justru akan menjatuhkan negeri ini ke dalam kubangan krisis konstitusi.
Ancaman untuk tidak berpartispasi dalam Pilpres 8 Juli mendatang oleh kelompok Teuku Umar yang dimotori oleh PDIP tampaknya bukanlah ancaman yang biasa. Karena, jika hal tersebut terjadi, kondisi tersebut menjadi persoalan serius dalam sistem ketatanegaran Indonesia.
Menurut Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Denny Indrayana, jika kondisinya hanya terjadi satu calon pasang pada Pilpres dan KPU tidak bisa menerima satu calon saja, maka presiden bisa mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti UU (Perppu).
Karenanya, sangat absah bagi presiden untuk mengeluarkan perppu, yang mengubah aturan pencalonan presiden di dalam UU Pilpres, sehingga kondisi hanya ada satu pasangan capres, terantisipasi, katanya kepada INILAH.COM, Rabu (22/4) di Jakarta.
Menurut Denny, perppu menjadi penting terkait dengan prinsip tidak boleh terjadi kekosongan kekuasaan meski sedetik pun. Prinsipnya, tidak boleh ada kekosongan kekuasaan sedetik pun, cetusnya.
Kendati demikian, menurut Denny, substansi materi perppu dapat dibicarakan dengan kekuatan partai politik di parlemen. Walaupun, kewenangan akhir keluarnya perppu tetap berada di tangan presiden.
Menanggapi wacana itu, pengamat hukum tata negara Andi Irman Putra Sidin menilai, perppu hanya bisa muncul jika bertujuan untuk menurunkan persyaratan pencapresan. Perppu hanya muncul untuk memberi ruang agar muncul capres. Seperti penurunan persyaratan capres dari 20% menjadi 0%, katanya.
Menurut dia, justru perppu akan inkonstitusional jika untuk mengukuhkan capres tunggal. Eksistensi perppu justru untuk memberi ruang baru bagi calon presiden muncul.
Sementara mantan Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu Presiden, Yassona H Laoly menentang keras rencana penerbitan perppu terkait dengan capres tunggal. Politisi PDIP tersebut menilai, munculnya perppu hanya bentuk kepanikan pemerintah. Itu bentuk kepanikan pemerintah saja, cetusnya.
Menurut Laoly, jika pemerintah bersikeras mengeluarkan perppu capres tunggal maka, hal tersebut sebagai langkah inkonstitusional. Menurut dia, dalam UU Pemilu Presiden/Wakil Presiden, bahkan jika terdapat pasangan calon yang meninggal dunia, maka harus dipaksakan untuk menggantinya.
Sementara pengamat hukum Univeristas 45 Makassar Marwan Mas menilai jika perppu terwujud, justru pemerintah mengabaikan susbtansi persoalan daftar pemilih tetap (DPT). Kita jangan terjebak pada agenda ketatanegaraan yang tanggalnya harus ada presiden. Tapi kita mengacu pada substansi kecurangan demokrasi seperti Orde Baru, terangnya.
Lebih baik, saran Marwan, pemerintah mengeluarkan saja perppu penundaan. Tuntaskan dulu kecurangan-kecurangan yang diminta oleh banyak pihak. Dari pada tahun 2014 nanti akan kacau juga, lebih baik kita selesaikan dulu. Tunda Pilpres dengan perppu. Jangan perppu untuk jadikan capres tunggal! tandasnya.
Pesan politik dari kubu Teuku Umar untuk tidak turut berpartisipasi dalam pemilu presiden hakikatnya cukup jelas, di antaranya meminta pencopotan anggota KPU, meminta pemantau asing dalam pemilu presiden, serta menyelesaikan persoalan DPT yang masih bermasalah. Pemerintah harus hati-hati dalam mengeluarkan perppu terkait upaya rencana boikot dalam pemilu presiden. Karena pokok persoalannya adalah memperbaiki kisruh DPT. [I4]
sumber:
http://inilah.com/berita/politik/2009/04/22/100962/perppu-capres-tunggal-mana-bisa/
Selengkapnya...
Sabtu, 18 April 2009
SBY vs KOTAK KOSONG, Pilpres 2009
Tapi kalau kemudian parpol Islam itu semuanya berkoalisi dengan SBY dan PD, berarti hanya 2 Capres yang akan maju kelak. Dan, gejalanya boleh dikatakan 90% parpol Islam akan bergabung ke SBY dan PD. Begitu pula dengan GOLKAR, sudah pasti akan ke SBY dan PD, karena mereka pasti memilih ikut dalam kekuasaan lagi.
Rawannya, bagaimana kalau ternyata PDIP, Gerindra dan Hanura kemudian tak mau mencalonkan Capresnya?
Berarti Pilpres bulan Juli terancam batal.
Kabarnya Presiden bisa mengeluarkan Perpu yang bisa menghapus syarat Presidential therehold itu, sehingga setiap parpol yang masuk ke Senayan (sekitar 10 paprpol tampaknya), boleh saling mengajukan Capresnya sendiri-sendiri. Maka kalau ini terjadi, akan ada sekitar 5-6 Capres yang bertanding: SBY, Megawati, JK, Prabowo, Wiranto, Hidayat Nurwahid, Sutrisno Bachir dan mungkin Surya Dharma Ali. Kalau melihat kenyataan politik saat ini, saya menduga, besar kemungkinan kekuatan koalisi PDIP- Gerindra dan HANURA akan 'memaksa' Pemerintah untuk membuat Perpu. Caranya sangat mudah, yaitu PDIP-Gerindra dan HANURA bersepakat tidak mengajukan Capresnya bila parpol Islam dan GOLKAR semuanya berkoalisi dengan SBY dan PD.
Tapi ada ada jalan keluar lainnya untuk menghadapi taktik dan strategi mereka kalau itu betul-betul terjadi nantinya, yaitu SBY 'bersepakat' dengan para elit politik dari parpol yang akan berkoalisi dengannya kelak, menghadapi trik PDIP-Gerindra dan HANURA kalau seandainya mereka betul-betul akan memboikot Pilpres. Caranya mudah, koalisi parpol Islam agar diminta oleh SBY agar 'sementara' melepaskan ikatan koalisinya untuk mensukseskan Pilpres 2009 ini, dengan jalan membuat Capres sendiri atau mendukung Capres dari GOLKAR (yang tentunya Golkar sudah di kontak dulu dan diminta untuk mengajukan Capresnya sendiri pula, untuk 'melawan' pasangan Capres dari PD, SBY). Sementara, PD dan SBY, jalan sendiri saja dalam pencalonan karena suaranya sudah melewari ambang batas 20% itu. Sudahkan terfikirkan skenario terburuk itu bagi kita semua?
sumber:
http://www.berpolitik.com/viewnewspost.pl?nid=21186¶m=ckNtPUlVHKCT2qUW2pwm
Minggu, 05 April 2009
PKS Gigit Jari Karena Hidayat Tersingkir?

INILAH.COM, Jakarta - PKS boleh saja berambisi menyorongkan Hidayat Nur Wahid sebagai calon pendamping capres incumbent, SBY. Namun, survey politik membuktikan pasangan ini tak begitu diinginkan pemilih. Akankah upaya PKS membangun duet SBY-Hidayat Nur Wahid kandas di tengah jalan?
Langkah PKS merapat dalam koalisi ‘Golden Bridge’ yang digagas Partai Demokrat tampaknya tak bakal membuahkan hasil maksimal. Mimpi partai dakwah itu menyandingkan Hidayat sebagai cawapres bagi SBY pun mulai terancam, karena pasar politik tak menghendaki duet ini.
Setidaknya survei Lembaga Riset Informasi (LRI) dalam survei yang dilakukan pada 27 Maret hingga 1 April lalu menunjukkan pasangan SBY-HNW kalah seksi dengan duet SBY JK. LRI menyebutkan duet SBY-JK masih diminati mayoritas responden dengan dukungan 44, 24%. Sedangkan pasangan SBY-HNW hanya meraih 33,64%.
Padahal upaya PKS untuk menduetkan Hidayat untuk SBY bukan main-main. Sebagaimana informasi dari sumber INILAH.COM, karena persoalan itulah di internal majelis syura PKS terjadi perbedaan pendapat perihal rencana tayangan iklan di televis komersial.
“Hilmi Aminduin ngotot dengan tagline ‘PKS partaiku, SBY presiden pilihanku’. Namun Hidayat Nur Wahid kurang sreg dengan ide itu,” ujar sumber yang dekat dengan lingkaran Ketua Majelis Syura PKS, Hilmi Aminudin itu.
Kendati demikian, ketika dikonfirmasi ke sejumlah petinggi PKS, iklan politik versi ‘PKS Partaiku, SBY Presiden Pilihanku’ sama sekali tak pernah diperdebatkan, karena memang tidak pernah membahas hal tersebut.
Namun, setidaknya di beberapa titik kampanye, Presiden PKS Tifatul Sembiring hampir tak pernah absen untuk menanyakan arah koalisi PKS apakah dengan PDIP, Partai Golkar dan Partai Demokrat, kader PKS mayoritas menjawab koalisi dengan Partai Demokrat dan SBY. Tak sekadar itu, di sejumlah daerah, spanduk dukungan kader PKS terhadap SBY juga marak, seperti di wilayah Bekasi, Jawa Barat.
Dalam survei LRI tersebut juga terungkap pasangan SBY-JK 44,25%, SBY-Hidayat Nur Wahid 33,64%, SBY- Sultan 33,16%, Mega-Sultan 27,15%, Mega-Wiranto 18,88%, Mega-Hidayat Nur Wahid 16,55%, JK-Sultan 20,47%, JK-Hidayat Nur Wahid 19,12%, dan JK-Sutiyoso 12,92%.
Merespons hasil survei LRI, Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq tak secara tegas mengomentari hasil survei tersebut. Justru Mahfudz menegaskan, untuk memperkuat sistem presidensiil, sebaiknya wakil presiden mendatang mencari figur cawapres dari perorangan, bukan dari partai. “Termasuk SBY, sebaiknya cari pasangan perseorangan, bukan dari partai,” katanya kepada INILAH.COM, Sabtu (4/4) di Jakarta.
Dengan langkah ini, sambung Mahfudz yang juga Ketua FPKS DPR RI ini menegaskan, presiden maupun wakil presiden akan memiliki garis politik yang sama. “Sedangkan partai politik koalisi sharing dalam kabinet, dengan catatan tidak rangkap jabatan sebagai ketua umum partai,” jelasnya.
Bagaimana dengan wacana menyandingkan Hidayat Nur Wahid sebagai cawapres SBY? Mahfudz justru menjawab Hidayat adalah salah satu capres dari PKS. “Hidayat Nur Wahid memang salah satu capres PKS,” katanya.
Ikhtiar PKS untuk menyandingkan Hidayat Nur Wahid dengan SBY memang mengundang reaksi beragam. Apalagi, wacana itu diikuti dengan langkah politik dengan membawa nama SBY dalam event politik PKS, seperti kampanye. Kondisi ini bisa saja bukan malah mendekatkan PKS dengan Demokrat, tapi sebaliknya koalisi itu jauh panggan dari api. [P1]
Sabtu, 21 Februari 2009
Pasangan JK-Hidayat Diusung PKS

Kesediaan Jusuf Kalla untuk bersaing dengan Susilo Bambang Yudhoyono dalam pilpres 2009, adalah sesuatu yang wajar. Sebab, Golkar merupakan partai pemenang Pemilu 2004 dan merupakan partai terbesar yang diisi dengan orang-orang yang memiliki kapasitas.
Partai Keadilan Sejahera menyambut positif kesediaan Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla menjadi calon presiden di Pemilu 2009. Partai dakwah itu bahkan mengusulkan pasangan Jusuf Kalla-Hidayat Nur Wahid, bila Partai Golkar bersedia berkoalisi.
“Saya kira, kalau PKS didekati secara baik dengan jembatan komunikasi, bisa dibangun. Saya kira, JK dan Hidayat Nur Wahid pasangan menarik untuk dipikirkan,” kata Wakil Ketua DPP PKS Zulkifliemansyah, usai diskusi Dialektika Demokrasi, di gedung DPR, Jumat (20/2).
Hal ini, menurutnya, mengartikan akan ada opsi yang menarik.Tapi, SBY juga masih memiliki opsi yang besar. Karena itu, Zulkifliemansyah menyatakan, PKS belum dapat memutuskan akan berlabuh ke SBY atau JK.
“Keputusan PKS, secara resmi menunggu keputusan legislatif. Karena, kami juga nggak mau GR (gede rasa). Bersuara lantang ingin mengajukan calon, tapi jangan-jangan ada kandidat lain dari partai lain yang suaranya lebih banyak. Kami kan tahu diri,” paparnya.
Pilihan itu, lanjut Zulkifliemansyah, tergantung pendekatan konstruktif yang dilakukan SBY dan JK. PKS pun akan melakukan hal yang sama dengan mereka.[nuz]
(sumber: http://pemilu.inilah.com/berita/2009/02/20/85285/pks-usung-pasangan-jk~hidayat/)