Sampaikanlah walau satu ayat Al-Qur'an Online

Kamis, 18 Juni 2009

Rakyat Makin Berat Pikul Utang

BANYAK pihak mengingatkan, pembangunan yang didasarkan atas utang sama artinya pemerintah menyandera masa depan Indonesia. Lebih baik pemerintah berjuang membebaskan diri dari utang.

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution berpendapat, dengan meningkatkan penerimaan dari pajak, Indonesia dapat menjadi bangsa yang tidak menggantungkan diri pada utang.

Versi pemerintah SBY, dari 2003 ke 2008, rasio utang Indonesia terhadap produk domestik bruto atau PDB turun 30%. Hal ini menunjukkan ketergantungan Indonesia pada utang untuk menggerakkan perekonomian semakin rendah.

Pada 1999 rasio utang Indonesia 100% karena saat itu pemerintah harus mengeluarkan surat utang baru sekitar Rp 600 triliun untuk menyelamatkan perbankan nasional. Setelah itu, rasionya terus menurun.

Semua pemerintahan, mulai dari Presiden Habibie, Gus Dur, Ibu Megawati, hingga sekarang, memiliki kebijakan yang sama, menurunkan rasio utang. Pada 2003, rasio utang Indonesia terhadap PDB tercatat 61%, memasuki 2008 menjadi 33% terhadap PDB, dan tahun ini pemerintah berniat menurunkan menjadi 32%.

Total utang pemerintah hingga 29 Mei 2009 mencapai Rp 1.700 triliun, yakni pinjaman luar negeri Rp 732 triliun dan surat berharga negara (SBN) Rp 968 triliun. Jumlah ini meningkat ketimbang 2008 yang hanya Rp 1.636 triliun, yaitu pinjaman luar negeri Rp 730 triliun dan SBN Rp 906 triliun.

Namun demikian, sejauh ini, Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil mencatat, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla memperbesar utang dalam jumlah sangat besar. Posisi utang tersebut merupakan utang terbesar sepanjang sejarah RI.

Koalisi terdiri dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran, Perkumpulan Prakarsa, Perhimpunan Pengembangan Pesantren & Masyarakat (P3M), Gerakan Antipemiskinan Rakyat Indonesia, Lembaga Advokasi Pendidikan Anak Marginal, Pusat Telaah dan Informasi Regional, Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil, dan Publish What You Pay.

Berdasarkan catatan koalisi itu, utang pemerintah sampai Januari 2009 meningkat 31% dalam lima tahun terakhir. Posisi utang pada Desember 2003 sebesar Rp 1.275 triliun. Adapun posisi utang Januari 2009 sebesar Rp 1.667 triliun atau naik Rp 392 triliun.

Apabila pada 2004, utang per kapita Indonesia Rp 5,8 juta per kepala, pada Februari 2009 utang per kapita menjadi Rp 7,7 juta per kepala.

Jika memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009, koalisi menilai rezim sekarang ini adalah rezim antisubsidi. Hal itu dibuktikan dengan turunnya secara drastis subsidi.

Pada 2004 jumlah subsidi masih sebesar 6,3% dari produk domestik bruto. Namun, sampai 2009, jumlah subsidi untuk kepentingan rakyat tinggal 0,3% dari PDB.

Kita berharap pemerintahan mendatang yang dihasilkan dari pilpres Juli nanti merupakan pemerintahan yang bersikap menghapuskan utang atau menghentikan utang. Agar ekonomi rakyat bisa berjalan tanpa beban yang berat. Utang sudah menjadi beban ekonomi rakyat dan semestinya upaya penghapusan utang bisa dilakukan.

sumber:
http://inilah.com/berita/selamat-pagi-indonesia/2009/06/15/115941/rakyat-makin-berat-pikul-utang/

Tidak ada komentar: