inilah.com, Jakarta - Partai Amanat Nasional mengubah strategi iklan kampanyenya. Radio dan surat kabar kini jadi sasarannya. Anggaran iklan PAN anjlok drastis karena keuangan Soetrisno Bachir, sang Ketua Umum, ikut jebol terbelit krisis finansial global.
Pendukung PAN dan pengagum Soetrisno Bachir tampaknya harus rela jika tak dapat lagi menyaksikan tayangan iklan ‘Hidup Adalah Perbuatan’. Tagline yang terlanjur melekat pada figur SB tersebut tidak bakal lagi tayang di layar kaca. Krisis finansial global juga menciprat di partai berlambang matahari terbit warna biru tersebut.
SB yang selama ini dikenal sebagai pengusaha batik, ternyata juga terimbas krisis finansial global. Pasalnya, selama ini, SB juga memiliki saham di sejumlah perusahaan seperti Bumi Resources dan Astra. Tidak hanya itu, SB juga memiliki saham komoditas yang terpukul imbas krisis finansial seperti sawit dan kopi.
“Ada yang jatuhnya hanya sampai dengan 20%. Rata-rata turunnya sampai 60%. Beberapa hari di Amerika (Serikat), saya kehilangan triliunan,” terang SB.
Kondisi ini pula yang membuat SB dan PAN memutuskan mengurangi iklan politiknya serta mengubah pola iklan politik yang selama setengah tahun terakhir ini berseliweran di media elektronik. Tak tanggung-tanggung, PAN memutuskan mengurangi anggaran kampanye Pemilu 2009 dari Rp 500 miliar turun menjadi Rp 50 miliar.
“Kalau dulu miliar rupiah, sekarang jutaan saja,” katanya. Maka media radio dan koran akan menjadi pilihan PAN dan SB untuk media iklan politiknya.
Keputusan PAN dan SB untuk tidak beriklan jor-joran di media televisi merupakan keputusan tepat. Di samping faktor krisis finansial, implikasi iklan politik SB belum begitu ampuh untuk memikat calon pemilih dalam Pemilu 2009.
Hal ini setidaknya terkonfirmasikan melalui survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) pimpinan Saiful Mujani, September lalu. Iklan politik PAN hanya menempati lima besar partai politik yang beriklan di televisi, yaitu hanya meraih 27%. Perolehan ini jauh di bawah Partai Gerindra (51%), Partai Demokrat (42%), Partai Golkar (31%), dan PDI Perjuangan (27%).
Menariknya, dari responden LSI, hanya 38% viewership iklan politik PAN di televisi. Perolehan ini jauh dari Partai Gerindra yang meraih 66%.
Hal yang sama menimpa PAN atas memori publik iklan politik di surat kabar atau koran. PAN hanya meraih peringkat kelima (7%) di bawah Partai Demokrat, Partai Golkar, dan PDI Perjuangan yang masing-masing memperoleh 12%. Sedangkan Partai Gerindra 9%. Sedangkan di media radio, PAN menduduki peringkat keenam dengan meraih 3%. Di atasnya Partai Demokrat, PDI Perjuangan, dan Partai Golkar yang masing-masing mendapat 5%. Sedangkan Partai Gerindra meraih 4%.
Dalam konteks ini, langkah PAN untuk beriklan melalui media adalah pilihan yang tepat. Sebagaimana disebutkan LSI, saat ini terjadi silent revolution yang direpresentasikan melalui media. Publik lebih percaya dengan media (31%) dibanding dengan institusi lainnya baik ormas (24%), birokrat (11%) apalagi partai politik (11%).
Menurut pakar komunikasi UI Effendi Ghazali, iklan politik SB dan PAN hanya melakukan introdusir (pengenalan). Ini kalah efektif dengan iklan politik versi Partai Gerindra dan Prabowo Subianto yang telah melaampaui fase introdusir, yaitu masuk fase positioning. “Iklan SB masih introdusir. Semoga ada iklan terusannya. Kalau hanya berhenti di Hidup adalah Perbuatan, ya hanya mengenalkan figur SB saja,” katanya mengomentari iklan politik SB, Agustus lalu.
Meski tanpa badai krisis finansial, PAN dan SB memang sepatutnya harus mengevaluasi iklan politiknya. Efektivitas iklan politik harus menjadi pijakan untuk terus beriklan atau tidak. Lebih dari itu, menawarkan program konkret untuk rakyat jauh lebih penting. Kini PAN tak lagi didepan untuk iklan poliiknya. [R Ferdian Andy R, 28/11/2008]
Jumat, 28 November 2008
SB Jebol, PAN ikut Terbelit
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar