Belum sempat KPU mengumumkan Daftar Calon Sementara ( DCS ) Anggota Legislatif untuk pusat, propinsi dan kabupaten/ kota - kini justru timbul wacana baru untuk melakukan revisi UU No:10 Tahun 2008 mengenai Pemilu, khususnya klausal di dalam pasal 214.
Sinetron model apa lagi yang hendak dipertontonkan DPR pada rakyat Indonesia?
Rasanya belum lekang dari ingatan kita bahwa seluruh anggota DPR jelas-jelas memiliki agenda & tujuan yang hanya menguntungkan pribadi maupun partainya dalam pembahasan dan penetapan UU No:10 Tahun 2008 mengenai Pemilu Anggota Legislatif untuk pusat, propinsi dan kabupaten.
Sejak awal dapat kita saksikan parpol mana yang mengangkat wacana suara terbanyak vs nomer urut didalam menentukan perolehan kursi.
Betapa mayoritas parpol memang munafik manakala timbul problematika yang melanda caleg-caleg mereka saat diumumkannya DCS oleh masing-masing parpol.
Sebagian besar kader mereka merasa tidak puas dengan kebijakan yang ditempuh oleh petinggi partainya, tidak sedikit kader inti digeser oleh wajah-wajah baru didalam penentuan nomer urut caleg sehingga berbondong-bondong mengundurkan diri dari bursa pen-caleg-an.
Sejumlah parpol yang awalnya bersitegang mempertahankan metode nomer urut (Golkar, PDIP dll) sekarang beramai-ramai menginginkan metode suara terbanyak.
Sebaliknya, ada pula parpol yang pada awalnya memperjuangkan metode suara terbanyak ( PKS ) justru kemudian mempertahankan metode nomer urut dengan alibi berdasarkan UU Pemilu.
Benar, akar permasalahannya terletak di level grass-root kader partai yang mulai berani bersuara lantang namun lain masalah jika kadernya hanya diam saja, meskipun harus menelan mentah-mentah rasa kecewa.
Guna mensiasati gejolak yang timbul, partai kemudian
mengeluarkan kebijakan intern yang intinya mengacu pada metode suara terbanyak. Namun ditengarai rawan terjadi konflik intern partai, apalagi diperkuat komentar beberapa ahli hukum & politik tanah air.
Kiranya hal itulah yang mendorong parpol lama kemudian berencana melakukan revisi terbatas pada pasal 214 dalam UU Pemilu Tahun 2008 yang usianya belum genap 6 bulan.
Menjilat ludah sendiri demi kepentingan golongan, agaknya adalah langkah yang akan ditempuh oleh parpol tersebut.
Kembali rakyat hanya mengulum senyum sinis melihat dan menyaksikan ulah serta polah para politisi Senayan.
Jumat, 29 Agustus 2008
Inkonsistensi Seluruh Parpol di DPRRI
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar