Terhitung mulai tanggal 1 Juli 2008 - pemerintah akan menaikkan harga gas elpiji/ LPG tabung ukuran 12 kg mengikuti kenaikan harga BBM 23 Mei 2008 lalu.
Menurut Direktur Pemasaran dan Niaga PT. Pertamina, Achmad Faisal - akan terjadi kenaikkan harga gas khusus untuk dalam tabung dengan ukuran 12 kg sekitar Rp.750/ kg, sehingga harga jual gas dalam tabung isi 12 kg dari harga semula Rp.4.250/ kg menjadi Rp.5.000/ kg. Dengan demikian maka harga gas elpiji 12 kg, yang menurut pertamina awalnya seharga Rp.51.000 berganti harga menjadi Rp.60.000/ tabung.
Kenaikkan harga jual elpiji tersebut dikarenakan untuk mengimbangi kenaikan harga transportasi dan biaya pengisian LPG (Sebagai acuan, bahwa di kecamatan Pedan - harga beli gas LPG dalam tabung 12 kg melalui agen/ distributor dari Surakarta/ Solo adalah sebesar Rp.55.000/ tabung dan dijual dengan harga Rp.56.000 - Rp.57.000/ tabung, TIDAK seperti apa yang telah disampaikan oleh pertamina di atas) akibat kenaikan harga BBM sekaligus follow-up dari kebijakan pemerintah dalam alokasi konversi minyak tanah ke LPG sebanyak 4.000.000 kiloliter. Alasan lainnya karena untuk menyesuaikan gaji karyawan Pertamina dengan UMR yang baru.
Tanggapan berbeda disampaikan oleh Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Huzna Zahir yang MENOLAK kenaikan LPG. Hal itu disampaikan beliau, mengingat TIDAK ADA KEJELASAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI GAS DALAM TABUNG.
Alasan lain yang lebih mendasar karena harga jual LPG Indonesia LEBIH MAHAL ketimbang harga jual LPG Thailand dan India yang dijual seharga Rp.3.000 dan Rp.4.000/ kg.
(sumber suara karya online)
1 komentar:
Terkait roda perekonomian di dalam negeri yang oleh sebagian besar rakyat dinilai kian hari semakin terasa berat, hal ini agaknya terjadi setelah pemerintah merasakan beban hutang luar negeri yang disandang oleh Indonesia.
Oleh karena itu penyelenggara negara dengan sedikit mengakali isi dari pada UUD 1945 yaitu:
Pasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
Politik dagang "dumping" agaknya menjadi pilihan terakhir pemerintah terkait kondisi Indonesia akhir-akhir ini, baik ditinjau dari aspek politik, sosial, ekonomi dan budaya bahkan kekayaan negara.
Jadi masihkah isi dari pada Pasal di atas menjadi tolok ukur para pejabat negera?
Posting Komentar